Adab-adab Menuntut Ilmu

Adab-adab Menuntut Ilmu

ADAB-ADAB PENUNTUT ILMU.

 

  1. Hendaknya membersihkan hati dari segala kotoran hati agar memudahkannya dalam mendapatkan ilmu, menghafalkannya, dan mengembangkan ilmu tersebut.

  1. Hendaknya memutuskan hubungan dengan kesibukan-kesibukan yang dapat mengganggu konsentrasinya dalam rangka memudahkan untuk mendapatkan ilmu, dan ridha dengan sedikitnya makanan serta bersabar atas sempitnya kehidupan.

  1. Hendaknya tawadhu’ (rendah hati) terhadap ilmu yang dipelajarinya, begitu juga terhadap gurunya. Sehingga dengan sikap tawadhu’nya itu ia akan mendapatkan ilmu.

  1. Hendaknya melihat gurunya dengan pandangan penuh penghormatan dan meyakini kesempurnaan dan kelebihan ilmu yang dimiliki gurunya disbanding kebanyakan orang yang sekelas dengannya.

  1. Lebih mendahulukan keridhaan gurunya, meskipun harus menyelisihi pendapat pribadinya dan tidak boleh untuk mengunjungi sang guru tanpa ada izin darinya.

  1. Hendaknya datang (ke majelis gurunya) dengan penuh keseganan, mengosongkan hati dari segala kesibukan, membersihkan giginya dengan siwak, mencukur kumisnya, menggunting kukunya dan memakai wangi-wangian untuk menghilangkan bau yang tidak sedap.

  1. Hendaknya memberikan salam kepada seluruh orang yang hadir dalam suatu majelis ilmu dengan suara yang dapat didengarkan seluruh hadirin dan mengkhususkan bagi gurunya tambahan sikap penuh penghormatan.

  1. Hendaknya tidak melangkahi pundak orang-orang yang hadir di majelis dan tidak memaksa orang lain untuk meninggalkan tempat duduknya.

  1. Hendaknya bersikap sopan terhadap teman-temannya ketika menghadiri suatu majelis, karena sikap sopan terhadap mereka berarti sikap sopan terhadap gurunya dan penghormatan terhadap majelisnya.

  1. Hendaknya sopan dalam mengajukan pertanyaan dan membaguskan susunan kalimatnya, tidak merasa malu untuk menanyakan apa-apa yang belum dia mengerti.

  1. Bersungguh-sungguh dalam menimba ilmu di setiap kesempatan baik malam maupun siang hari, baik ketika mukim ataupun sedang bepergian.

 

 

 

 

 

 

 

 

Artikel ini diambil dari buku

Adab Harian Muslim Teladan

Adab-Harian-Muslim-Teladan

Segala hal telah diatur dan ditata secara rapi di dalam Islam, dari perkara yang paling kecil hingga yang paling besar. Aktifitas keseharian yang oleh kebanyakan orang dianggap sebagai hal sepele dan rutinitas biasa, tidak luput dari perhatian Islam dan tuntunan Nabi shallallahu Alaihi Wasallam.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Kisah Nabi Luth dan Kaumnya

Kisah Nabi Luth dan Kaumnya

Kisah Nabi Luth dan Kaumnya

Surat Al-A’raf, Ayat 80-81

وَلُوطًا إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ أَتَأْتُونَ الْفَاحِشَةَ مَا سَبَقَكُم بِهَا مِنْ أَحَدٍ مِّنَ الْعَالَمِينَ إِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ الرِّجَالَ شَهْوَةً مِّن دُونِ النِّسَاءِ ۚ بَلْ أَنتُمْ قَوْمٌ مُّسْرِفُونَ

 

Dan (kami juga telah mengutus) Luth(kepada kaumnya).(Ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka “Mengapa kamu mengerjakan perbuatan  fahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun  (di dunia ini) sebelummu? Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk  melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah kaum yang melampaui batas (QS. 7:80-81)

[Perbuatan faahisyah disini ialah : Homoseksual, sebagaimana diterangkan dalam ayat 81 berikutnya]

Allah Ta’ala berfirman, ( و ) “Dan,”

sesungguhnya Kami juga telah mengutus  ( لُوطًا ) “Luth (kepada kaumnya).” Atau pengertian kalimat seutuhnya : ( و ) “Dan, “ingatlah, (وَلُوطًا إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ ) “Luth tatkala dia berkata kepada kaumnya. “Luth adalah putra Haran bin Azhar. Ia adalah saudara sepupu Ibrahim. Ia beriman kepada Ibrahim dan berhijrah bersamanya ke negri Syam, lalu Allah mengutusnya kepada penduduk Sadum(Sodom) dan negeri-negeri sekitarnya untuk menyeru mereka kepada agama Allah, memerintahkan mereka kepada kebajikan dan melarang mereka dari apa yang mereka perbuat berupa perbuatan-perbuatan dosa, keharaman dan perbuatan keji yang mereka adakan, yang belum pernah dilakukan oleh seorangpun dari keturunan Adam atau selainnya. Yaitu laki-laki berhubungan intim dengan sesama laki-laki, bukan dengan wanita (homoseksual). Ini tidak wajar dilakukan manusia, tidak biasa, dan tidak pernah terlintas di benak manusia hingga penduduk Sodom melakukannya- semoga laknat Allah ditimpakan atas mereka-.

‘Amr bin Dinar mengatakan tentang Firman-nya

(مَا سَبَقَكُم بِهَا مِنْ أَحَدٍ مِّنَ الْعَالَمِينَ ) “Yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelummu. “Yakni, tidak pernah ada seorang laki-laki berhubungan intim dengan laki-laki hingga kaum Luth melakukannya.

(Ath-Thabari (XII/548)).

Karena itu, Luth mengatakan kepada mereka,

أَتَأْتُونَ الْفَاحِشَةَ مَا سَبَقَكُم بِهَا مِنْ أَحَدٍ مِّنَ الْعَالَمِينَ

إِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ الرِّجَالَ شَهْوَةً مِّن دُونِ النِّسَاءِ

“Mengapa kamu mengerjakan perbuatan keji yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelummu? Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita. “Yakni, kalian kepada laki-laki. Ini adalah perbuatan yang melampaui batas. Ini kebodohan dari kalian, karena meletakan sesuatu bukan pada tempatnya. Luth mengatakan kepada mereka pada ayat yang lain,

قَالَ هَٰؤُلَاءِ بَنَاتِي إِن كُنتُمْ فَاعِلِينَ

“Inilah puteri-puteriku, (kawinlah dengan mereka), jika kamu hendak berbuat (secara yang halal).”

(QS. Al-Hijr : 71)

Luth memberi petunjuk kepada mereka supaya menikahi para wanita dari kalangan mereka. Namun, mereka menolaknya dengan alasan bahwa mereka berselera.

“Mereka menjawab, “Sesungguhnya  kamu telah tahu bahwa kami tidak mempunyai keinginan terhadap puteri-puterimu, dan sesungguhnya kamu tentu mengetahui  apa yang sebenarnya kami kehendaki. “Yakni, engkau telah mengetahui bahwa kami tidak memiliki selera dan keinginan kepada wanita. Engkau tahu bahwa kami menginginkan tamu-tamumu itu.

[Tamu-tamu itu sebenarnya adalah para Malaikat yang ditugaskan untuk menimpakan azab kepada kaum Nabi Luth. Hanya saja mereka menyerupakan diri sebagai laki-laki yang ganteng].

Surat Al-A’raf, Ayat 82

وَمَا كَانَ جَوَابَ قَوْمِهِ إِلَّا أَن قَالُوا أَخْرِجُوهُم مِّن قَرْيَتِكُمْ ۖ إِنَّهُمْ أُنَاسٌ يَتَطَهَّرُونَ

Jawab kaumnya tidak lain hanya mengatakan : “Usirlah mereka (Luth dan pengikut-pengikutnya) dari kotamu ini, sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang berpura-pura mensucikan diri”

(QS. 7:82)

Terhadap ajaka Nabi Luth ini, mereka malah menyambutnya dengan keinginan untuk mengusir beliau berikut pengikutnya dari hadapan mereka. Maka Allah mengeluarkannya dari negerinya dengan selamat, dan membinasakan mereka di bumi mereka dalam keadaan hina.

Tentang firman-Nya (نَّهُمْ أُنَاسٌ يَتَطَهَّرُونَ  ) “Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang berpura-pura mensucikan diri,

“Qatadah berkata, “Mereka mencela Luth dan para pengikutnya dengan sesuatu yang bukan aib. “Ath-Thabari (XII/550)

Kata Mujahid, “(Maksudnya) mereka adalah orang-orang yang berlaga suci, (tidak menyukai) dubur laki-laki dan perempuan.” Ath-Thabari (XII/550)

Penafsiran yang semisalnya juga diriwayatkan dari Ibnu ‘Abas. Ath-Thabari (XII/550)

Surat Al-A’raf, Ayat 83-84

فَأَنجَيْنَاهُ وَأَهْلَهُ إِلَّا امْرَأَتَهُ كَانَتْ مِنَ الْغَابِرِينَ

وَأَمْطَرْنَا عَلَيْهِم مَّطَرًا ۖ فَانظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُجْرِمِينَ

Kemudian Kami selamatkan dia dan pengikut-pengikutnya kecuali isterinya dia termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan). Dan kami turunkan  kepada mereka hujan (batu) maka perlihatkanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berdosa itu (QS. 7:83-84)

Allah mengatakan , Kami selamatkan Luth dan keluarganya, sementara tidak ada seorangpun yang beriman kepadanya kecuali keluarganya saja, sebagaimana firman-Nya.

فَأَخْرَجْنَا مَن كَانَ فِيهَا مِنَ الْمُؤْمِنِينَ فَمَا وَجَدْنَا فِيهَا غَيْرَ بَيْتٍ مِّنَ الْمُسْلِمِينَ

“Lalu kami keluarkan orang-orang yang beriman yang berada di negeri kaum Luth itu. Dan Kami tidak mendapati di negeri itu, kecuali sebuah rumah dari orang-orang yang berserah diri”

(QS. Adz-Dzaariyaat : 35-36)

(Dan  dari keluarga Nabi Luth itu) dikecualikan isterinya, karena ia tidak beriman kepadanya, bahkan ia mengikuti agama kaumnya. Ia berkerjasama dengan mereka untuk melawan Nabi Luth. Ia menyampaikan kepada kaum Nabi Luth tentang tamu-tamu yang datang kepadanya melalui isyarat-isyarat yang sudah disepakati antara ia dengan mereka. Oleh karena itu, ketika Allah memerintahkan Luth supaya meninggalkan negerinya bersama keluarganya pada malam hari , Dia memerintahkan  supaya Luth tidak memberitahukan kepada isterinya dan tidak pula mengeluarkannya dari negerinya. Diantara ahli tafsir ada yang mengatakan bahwa ia pun mengikuti mereka (Luth dan keluarganya). Namun ketika azab itu tiba, ia berpalin, sehingga ia tertimpa azab sebagaimana azab yang menimpa mereka.

Namun yang pasti, bahwa ia tidak keluar dari negerinya dan Nabi Luth pun tidak memberitahukan (akan datangnya adzab) kepadanya, sehingga ia tetap bersama kaum (yang dibinasakan). Karena itu Allah berfirman di dalam surat al-A’raaf ini,

إِلَّا امْرَأَتَهُ كَانَتْ مِنَ الْغَابِرِينَ

“Kecuali isterinya, dia termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan). “Yakni, termasuk orang-orang yang masih tetap tinggal di negerinya. Ada yang mengatakan kata الْغَابِرِينَ (yang tertinggal) artinya الهالكين (orang-orang yang dibinasakan).

Ini adalah penafsiran dengan berdasarkan suatu hal yang pasri (bahwa setiap orang yang tertinggal pasti mendapatkan adzab yang menbinasakan mereka).

Firman-Nya (وَأَمْطَرْنَا عَلَيْهِم ) “Dan Kami turunkan kepada mereka hujan,” ditafsirkan dengan firman-Nya,

وَأَمْطَرْنَا عَلَيْهَا حِجَارَةً مِّن سِجِّيلٍ مَّنضُودٍ مُّسَوَّمَةً عِندَ رَبِّكَ ۖ وَمَا هِيَ مِنَ الظَّالِمِينَ بِبَعِيدٍ

“Dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi, yang diberi tanda oleh Rabb-mu, dan siksaan itu tidaklah jatuh dari orang-orang yang dzalim.”

(QS. Huud :82-83)

Karena itu, Dia berfirman (di surat al-A’raf ini),

فَانظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُجْرِمِينَ

“maka perlihatkanlah (kepada kaummu), wahai Muhammad, bagaimana akibat orang yang berani durhaka terhadap Allah dan mendustaka Rasul-Nya

Imam Ahmad, Abu Dawud at-Tirmidzi dan Ibnu Majah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia mengatakan bahwa Rasulullah bersabda,

“Siapa yang kalian dapati melakukan perbuatan kaum Luth (homoseksual), maka bunuhlah pelaku dan objeknya.”

Ahmad (I/300), at-Tirmidzi (no. 1456), Abu Dawud (no. 4462), dan Ibnu Majah (No. 2561)

Tulisan ini di ambil dari kitab terjamahan

Shahih Tafsir Ibnu Katsir Jilid 3

Shahih Tafsir Ibnu Katsir

Shahih Tafsir Ibnu Katsir

Penerbit Pustaka Ibnu Katsir